Hingga kini tercatat sebanyak 40,338 orang lebih yang terinfeksi virus Corona dan sebanyak 908 orang meninggal dunia. Patogen dengan kode 2019-nCov tersebut telah tersebar di 26 negara, uniknya Indonesia dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia justru tidak ada yang terinfeksi oleh virus ganas tersebut.
Memang ada satu WNI yang terinfeksi virus Corona, namun yang bersangkutan merupakan TKW yang tinggal di Singapura. Fenomena itulah yang menjadikan penduduk Indonesia tidak terlalu dihantui perasaan takut terhadap serangan virus Corona sebagaimana negara tetangga yaitu Singapura, Filipina dan Thailand.
Bahkan, serangan virus yang telah melumpuhkan perekonomian China tersebut dipandang sebagai sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan Indonesia dengan merebut pasar eksport China mengingat produktifitas negara tersebut saat ini mengalami penurunan seiring dengan sepinya aktivitas perekonomian.
Indonesia Ambil Keuntungan dari Virus Corona

Wacana untuk mengambil keuntungan dari sisi perekonomian atas serangan virus Corona yang mewabah di China tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas yang berlangsung pada 4/2/2020 di Istana Bogor.
“Saya kira ada peluang untuk memanfaatkan ceruk pasar ekspor di negara-negara lain yang sebelumnya mendatangkan produk yang sama dari RRT,” kata presiden.
Sebagai mantan pengusaha, Jokowi sadar bahwa untuk merebut pasar ekspor yang selama ini didominasi oleh China bukanlah pekerjaan yang mudah, mengingat industri pengolahan di Indonesia selama ini bergantung pada RRT dari sisi bahan baku.
Namun demikian Presiden optimis persoalan tersebut dapat diatasi dengan cara meningkatkan produksi bahan baku dari dalam negeri. “Ini menjadi momentum bagi industri subtitusi impor dalam negeri untuk meningkatkan berbagai produk yang sebelumnya didatangkan dari China”.
Menanggapi pernyataan dari Jokowi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan bahwa merebaknya wabah virus Corona di China memang merupakan momentum yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan industri dalam negeri. Hanya saja tidak bisa terjadi dalam waktu singkat.

“Namun untuk jangka menengah dan jangka panjang adalah sebuah oportunity bagi Indonesia, sebut saja new player bagi yang ingin berinvestasi di Indonesia lewat produk-produk yang akan menjadi subtitusi import. Tapi iutu long term,” ungkap Menteri Perindustrian.
Karena itulah, kata Agus, dalam waktu dekat pemerintah akan memproduksi bahan baku di dalam negeri atau mencari sumber bahan baku dari negara lain. Pemerintah juga tengah menjalin komunikasi dengan beberapa asosiasi industri serta mengajak mereka untuk menanamkan modal guna memproduksi bahan baku di dalam negeri.
Sikap optimis pemerintah dalam merebut pasar ekspor China yang mengalami penurunan akibat serangan virus Corona tersebut menurut Ekonom Indef (Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira terlalu berlebihan dan tidak mendasar. Hal tersebut didasarkan pada daya saing Indonesia yang masih jauh tertinggal dari RRT. Sementara untuk dapat mengejar ketertinggalan tersebut butuh waktu setidaknya 20 tahun agar dapat menyaingi China dalam berbagai aspek.
Terlebih pemerintahan Jokowi menurutnya telah gagal dalam memanfaatkan momentum perang dagang serta menyedot investasi dari pengusaha China yang banyak melakukan relokasi pabrik mereka ke Asia Tenggara. Sebagaimana diketahui, sebanyak 33 pabrik yang diboyong dari China, sebanyak 22 pindah ke negara Vietnam sedang 11 pabrik lainnya dipindahkan ke Thailand dan Malaysia.
Itu sebabnya Bhima berkeyakinan bahwa Vietnamlah yang lebih siap menggeser pasar eksport China karena mereka lebih mampu dalam memproduksi barang-barang unggulan. Terlebih menurut data WITS (World Integrated Trade Solution), barang-barang yang diproduksi oleh Vietnam memiliki kualitas yang lebih tinggi untuk keseluruhan perdagangan dunia. (*)
0 Comments